Perputaran waktu memang tidak bisa dihentikan, semua berjalan sesuai rotasi dan aturan yang telah digariskan-Nya. Tapi sekencang apapun laju waktu meretas masa merubah jaman tidak akan menyurutkan rasa sayang dan rinduku pada sosok lelaki yang telah mengukir jiwa ragaku.
Kubuka halaman demi halaman album tua milik ayah, aku tersenyum sendiri bila melihat photo sepeda tua berwarna hitam. Melihatnya seolah seperti mengenang masa kecilku. Masih terekam dengan jelas ketika engkau mengajakku berkeliling dengan sepeda tua kesayanganmu. Aku tertawa terkekeh bilamana engkau menggodaku dengan berpura-pura hendak jatuh. Ayah memang pandai membuat suasana menjadi ceria. Dari sepeda tua itu pula aku pertama kali belajar bersepeda, engkau selalu sabar mengajariku dan selalu menyemangatiku untuk terus belajar. Ah masa itu terlalu indah untuk dikenang.
sepeda tua kesayangan l sumber gambar |
Ayah...!!
Saat ini engkau memang telah meninggalkanku tapi catatan demi catatan yang telah kau torehkan dalam lembaran hidupku akan tetap abadi. Begitu banyak benih kasih-sayang yang kau tanamkan, begitu banyak semangat yang kau tebarkan. Semua itu sudah cukup untuk membuktikan rasa cintamu padaku. Aku tahu mungkin engkau akan kecewa jika melihat perjuanganku saat ini, perjuangan yang tidak pernah terselesaikan. Masih banyak asa belum tercipta, masih banyak cita yang belum terlaksana dan ada seuntai mimpi yang belum terealisasi.
Masih jelas dalam ingatanku pada hembusan nafas terakhirmu ada wasiat yang kau sematkan dipundakku. Selembar kertas putih yang kau tuliskan sebaris kalimat berprasasti "Anakku, engkau telah memilihkan Islam sebagai keyakinan kita bersama, sampaikan apa yang harus disampaikan kepada orang lain, agar makin banyak yang bisa mengambil manfaat". Bergetar hati ini mengeja kata, nalar menjadi sulit mencerna makna, pandangan mendadak gelap bagai malam tanpa bintang tanpa rembulan. Dalam kegamangan aku coba untuk tetap tegar didepanmu, walau sesungguhnya ada resah dan gundah gulana menyelimutiku.
Ayah....!
Jika hari ini aku menangis bukan karena sekedar rasa rindu tapi terlebih rasa malu yang pada jiwa yang rapuh. Jatuh bangun sudah aku menjaga semangat diri, berurai peluh bermandikan terik mentari, tapi tangan yang kugengam, jiwa yang kubesarkan hanya menjadikan aku dan ketakutanku. Ketakutan akan ilusi yang tidak kuketahui pasti. Maafkan ayah jika aku belum mampu mewujudkannya, mungkin aku hanya seorang pecundang tidak mampu berbuat apa-apa di medan laga, sekali lagi maafkan jika sampai hari ini diriku masih jauh dari harapan yang kau inginkan
Aku termenung duduk sendiri dipusara ini, kupandangi batu nisan yang tertuliskan namamu. Ada pesan suci yang kutangkap dihati, sesungguhnya tidak ada kehidupan yang abadi, semua akan mati dan kembali pada Illahi. Beruntunglah bagi orang-orang yang mau memaknai hari-hari dengan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan. Kebaikan sesuai dengan yang terkodifikasi dalam syariah-Nya. Maka demi Dzat yang menciptakan alam dan seisinya, aku tidak akan pernah berhenti untuk menyebarkan kebenaran hakiki. Kebenaran dari firman Illahi yang tersurat dalam kitab suci pada agama yang murni.
Ayah...!
Sebagai ungkapan rindu, kutitipkan pesan rinduku lewat doa, dzikir dan sujudku. Dalam doa kumohonkan ampunanmu, dalam dzikir kupintakan keselamatanmu dan dalam sujud kuharapkan surga untukmu. Semoga Allah merahmatimu dan merahmati orang-orang yang mensucikan-Nya. Aamiin.
hickz,jadi kangen alm abah kalo baca ini mas :(
ReplyDeletejadi teringat Bapak ku ngajarin naik sepeda keliling kampung sambil berlari memegangiku om.
ReplyDeleteamanah, wasiat yang luar biasa... aq yakin om Budhi mampu menjalaninya
*SalimCiumTangan*
Semoga beliau mendapatkan tempat yang mulia disana.
ReplyDeleteSenang bisa membaca kisahnya Om Insan.
Tabahkan ya Om.
Saya tidak ingin mengenangnya, karena beliau menyadari tiap insan akan tumbuh menjadi sebijih bulir beras yang menguning, rapuh dan musnah ditelan masa.
ReplyDeletehanya berpesan: "Dengan menangisi kepergianku dan melihat disekelilingmu!, kau hanya akan menambah kepiluan mereka.
Tetaplah kokoh,tinggi menjulang, arungi bantera hidup dengan apa yang telah kusampaikan kepadamu dan karena Dzat-Nya-lah semua pasti kembali
kakek
Selama hidup, yang namanya perjuangan belumlah selesai. Jadi mengapa sudah merasa menjadi pecundang?
ReplyDeleteSaya ikut berdoa mas
ReplyDeletememang kenangan semasa kecil dengan orang tua sangatlah sulit di lupakan, aku juga terkadang sangat bersyukur masih di karuniakan orang tua yang selalu memberikan semangat
ReplyDeleteTerima Kasih Partisipasinya yah mas :) Kisah yang menyentuh ...
ReplyDeleteyang tabah ya mas.. tetap semangat
ReplyDeleteSelipkan nama ayah disetiap doa penghujung lima waktu, karena itu bisa jadi amal jariyah bagi orang tua di alam sana ya mas :)
ReplyDeleteAku juga jadi inget dengan bapakku nih setelah baca tulisan di atas.
ReplyDeleteKebetulan kendaraan bapakku adalah sepeda...
Ayahnya pasti tahu kalau anaknya sudah berupaya yang terbaik.
ReplyDeleteSalam dari Bali, Mas...
Pesan seorang ayah pasti sangat berarti dalam kehidupan kita sebagai anak...selalu ada kesempatan untuk menjalankannya. Semoga ayahnya mas Insan berbahagia dunia akhirat. Amin
ReplyDelete