Dari kejauhan lamat-lamat terdengar
langkah-langkah kaki kecil yang berlari menujuku, kian dekat dan menghampiriku,
seorang gadis kecil mendatangiku dengan nafas yang terengah-engah
"Om
Yudhis..., Rizka kasih tau deh"
Rizka memanggilkan sembari mengatur nafasnya
"Ada
apa Rizka, Serius amat"
"Om
tau kan sama Kak Ita ?
"Hmm...,
Kak Ita yang mana yah ? aku mengerutkan
dahi
"Itu
loh, Kak Ita yang kemaren malem datang kesini" Rizka coba menjelaskan
"Oh
itu, yang pakai kaca mata itu ?"
"Iya..
betul Om"
"Emang
kenapa kak Ita?" tanyaku penasaran
"Sini
deh Om, Rizka bisikin"
"Kenapa
sih harus bisik-bisik segala, kan gak ada siapa-siapa disini"
"Oh
iya..ya...!" jawab Rizka sambil
tersipu malu
"Om...,
tadi Kak Ita nitip salam loh"
"Waalaikumsalam"
jawabku
"Ini
Serius Om!!"
"Loh..!
Om Jawabnya kan juga serius juga Riz"
Rizka tersenyum hingga tampak
giginya yang putih berbaris rapi, Rizka adalah gadis kecil keponakanku, dia
sangat akrab denganku, walau kami tidak serumah bahkan tidak tinggal dalam satu
kota, dia di Jakarta aku di Surabaya. Seperti biasanya kalau aku liburan
semester menyempatkan untuk menemui keponakan tercinta.
Rizka juga yang mempertemukan aku
dengan Ita atau lengkapnya Dede Rosita, seorang gadis keturunan Sunda dan
Palembang, dari pertemuan pertama ini ada sesuatu perasaan lain dalam hatiku.
Inikah yang namanya jatuh cinta pada pandangan petama..?, entahlah apapun
namanya, yang jelas seperti ada suatu sinergi antara aku dan Ita, kamipun
sepakat untuk menjalin hubungan lebih dekat lagi, walau dengan sebuah hubungan
jarak jauh, Ita di Jakarta aku di Surabaya.
Waktu demi waktu kulalui. Kami
semakin merasa ada kecocokan dalam banyak hal. Ita bukan hanya cantik bagiku,
tapi dia seorang muslimah yang taat dalam ibadahnya, dia sosok yang anggun dan
bersahaja. Sepertinya aku rela memberikan cinta ini kepadanya, seperti dia juga
ikhlas memberikan cintanya padaku. Dan alhamdulillah dari kedua orang tuapun
sudah memberi lampu hijau atas jalinan kasih kami berdua.
Kamipun sepakat untuk serius dengan
hubungan ini, dan dalam doa yang kupanjatkan, aku berharap Ita adalah wanita
yang akan menjadi pendamping hidupku, bersama membangun mahligai rumah tangga
yang sakinah, mawadah warahmah. Aku membayangkan sebuah keluarga kecil yang
sederhana tapi penuh dengan rasa kasih dan sayang.
Ternyata harapan tinggal harapan,
bayangan yang indahpun tidak selamanya bisa terwujud. Manusia bisa merencanakan
tapi jodoh tetap di tangan Tuhan. Suatu ketika Ita menelponku, memintaku untuk
segera datang ke Jakarta, ada hal penting yang ingin disampaikan, walau aku
meminta untuk disampaikan via telpon, tapi dia tetap ngotot agar aku segera
datang ke Jakarta. Aku bingung ada apa ini, Surabaya - Jakarta bukanlah tempat
yang dekat, tapi aku tetap berjanji akan segera datang ke Jakarta.
Dengan sejuta rasa penasaran aku
berangkat ke Jakarta dengan naik kereta, untuk ukuran mahasiswa tingkat akhir,
kereta sudah tumpangan yang lumayanlah, yang penting bisa menemuinya. Sesampai
di Jakarta sudah tidak sabar lagi untuk menemui Ita, segera kutanyakan apa yang
ingin di sampaikan kelihatan begitu penting banget
"Ada
masalah apa Ita, sebegitu pentingkah hingga aku harus ke Jakarta?"
Ita hanya diam, pandangannya tertunduk.
"Katakan
Ita apa yang terjadi denganmu?" aku
makin penasaran
Ita masih terdiam sambil memainkan
jari-jemarinya, tanpa sepatah katapun yang keluar dari bibirnya yang mungil.
"Please..,
tolong katakan padaku, aku sudah jauh-jauh datang ke Jakarta, ayolah katakan
padaku, apa masalahmu?" ucapku
memohon.
"Apa
kamu dimarahin mama-papamu?"
Ita hanya menggelengkan kepala
"Kamu
sakit ?"
Ita masih menggelengkan kepala tanpa
sepatah katapun terucap.
"Atau
mungkin aku melakukan kesalahan padamu?"
Ita masih menggelengkan kepala, kali
ini bulir-bulir air matanya mulai mengalir dipipi merahnya.
"Ayolah
katakan Ita, ada apa ?", air
matanya membuatku makin panik.
"Aku
mencintaimu Yudhis" ucap Ita pelan
dan terbata-bata.
"Kamu tahu akupun sangat
mencintaimu, dan berharap kamu menjadi pendampingku nanti"
Mendengar kata-kataku, Ita makin
menangis sesenggukan.
"Maaf
Yudhis jika aku membuatmu kecewa, aku tidak akan bisa menjadi
pendampingmu"
"Apa..?"
aku seperti tidak percaya dengan kata-kata Ita barusan.
"Apa
maksudmu Ita..? sungguh aku tidak
mengerti semua ini"
"Maafkan
aku Yudhis, jika aku mengecewakanmu" Ita memandangku dengan mata sayu.
"Aku
terpaksa mengambil keputusan ini, walau sangat sulit bagiku"
"Segera
katakan keputusan apa itu Ita?" aku
makin tidak sabar
"Aku
terpaksa menerima pinangan laki-laki lain, anak dari sahabatnya papa"
"Haah..!!"
aku seperti tidak percaya dengan kata-katanya yang barusan ku dengar. Rasanya
seperti petir menyambar sekujur tubuhku, semua jadi gelap, aku merasa
dikhianati, dia gadis pertama yang bisa meluruhkan hatiku dan bisa berpikir
serius.
"Jadi
hanya untuk inikah aku kamu suruh datang ke Jakarta.?" bibirku bergetar
menahan emosi
"Sekali
lagi maafkan aku Yudhis, kamu boleh katakan apa aja tentangku, kamu boleh
katakan aku pengkhianat, aku brengsek atau apapun. Aku rela, aku ikhlas, tapi
satu hal yang kulakukan ini semata karena aku sangat mencintaimu" tampak Ita mengusap air mata yang makin
deras.
"Apa...?
kamu masih bisa mengatakan cinta dengan keadaan seperti ini," teriakku sambil menatap Ita, tajam.
"Kamu masih berdalih rasa cinta sebagai pembenar
atas yang kau lakukan. Omong kosong semua itu Ta. Tak ada gunanya lagi kamu
ucapkan kata cinta kepadaku. Aku benar-benar kecewa padamu". hatiku makin bergemuruh menahan amarah.
"Aku
tahu, kamu pasti marah dengan keputusanku ini, tapi suatu saat nanti kamu akan
tahu, kenapa aku memilih untuk tidak menjadi pendampingmu" Ita mencoba menjelaskan
"Cukup..!,
Kebohongan apa lagi yang akan kamu berikan untukku" kemarahanku makin memuncak.
Ita tersentak kaget dan tampak
ketakutan melihat kemarahanku, air
matanya jatuh kian tak terbendung.
Akupun akhirnya luluh juga hatiku,
melihat Ita menangis.
"Oke,
maaf Ta, jika aku berkata kasar padamu"
"Kalau
itu memang pilihanmu, semoga engkau berbahagia, kapan prosesi
pernikahanmu?"
"Insya
Allah bulan depan, jika kamu tidak keberatan datanglah di resepsi
pernikahanku"
Aku menghela napas panjang, untuk
menenangkan sejuta perasaan yang berkecamuk di hatiku
"Aku
tidak bisa janji Ta, apakah sanggup melihat wanita yang aku cintai, duduk
dipelaminan bersama laki-laki lain"
"Tapi
aku tetap berharap kamu bisa datang Yudhis" pinta Ita pelan.
"Entahlah,
sepertinya aku butuh waktu untuk menenangkan pikiran dulu, aku pulang
dulu" ucapku sambil beranjak dari kursi.
Ita masih duduk terdiam, seolah
tidak ingin aku cepat-cepat pulang, tapi bagiku tidak ada artinya aku
berlama-lama disini situasinya sudah berbeda dengan yang dulu, Ita yang
sekarang berbeda dengan Ita dulu, maka tanpa berlama-lama segera meninggalkannya
sembari berucap salam padanya.
Malam ini benar-benar malam yang
paling menyebalkan bagiku. Gemerlap kota Jakarta terasa gelap bagiku, deru
suara kendaraanpun seakan sepi tidak terdengar ditelingaku. Yang ada hanya rasa
resah, gelisah, penyesalan, ingin marah serta rasa kecewa yang campur aduk jadi
satu.
Aku seperti kehilangan gairah,
harapanku untuk bisa memiliki pendamping hidup yang kuimpikan telah pupus
ditengah jalan. Aku pasrah, aku tidak bisa menyalahkan sepenuhnya keputusan
Ita, apa yang bisa dibanggakan dari mahasiswa yang belum punya penghasilan
seperti aku. Akhirnya untuk menghibur diriku sendiri, aku berucap dalam hati
"mungkin Ita bukan Jodohku" biarlah Ita hanya jadi bagian dari
sejarah hidupku.
***
Lebih satu tahun waktu berlalu,
walau belum bisa sepenuhnya melupakan Ita, tapi rasa kecewa itu sudah mulai
terkikis sedikit demi sedikit. Tapi mendadak aku dikejutkan oleh telpon dari
Rizka, pagi-pagi Rizka menelponku dari jakarta, dia mengabarkan bahwa Ita telah
pergi menghadap Ilahi, kanker rahim telah merenggut nyawanya.
Rizkapun memintaku untuk segera ke
Jakarta, ada sesuatu dari Ita yang dititipkan padanya. Aku hanya bisa diam
terpaku, bingung menterjemahkan perasaanku sendiri, haruskah aku bersedih dan
menangis?. Menangisi orang yang pernah mengkhianatiku, yang sekarang sudah
menjadi istri orang lain, ataukah aku harus tertawa puas ?.
Tapi sungguh manusia yang biadab
jika aku tertawa dibalik penderitaannya, Ita yang telah berjuang melawan
ganasnya kanker. Bagaimanapun juga Ita yang pernah menulis bait-bait cinta
dalam hidupku. Tapi...!, Ahhh.... aku benar-benar bingung...!, antara datang ke
Jakarta atau mengikuti nafsu amarahku. Diantara kebimbangan itu akhirnya
kuputuskan untuk berangkat juga ke Jakarta.
Tapi sayangnya sesampai di Jakarta,
aku tidak bisa memberikan penghormatan terakhir untuk Ita, jasadnya sudah
keburu dimakamkan. Dengan ditemani Rizka aku menuju ke makamnya, suasana sudah
sepi, kulihat hanya gundukan tanah yang masih basah bertulisan nama Dede Rosita
di batu nisannya. Kutatap dalam-dalam nama itu, nama yang dulu indah bagiku.
"Om..!,
ini dari Kak Ita", suara Rizka membuyarkan
lamunanku.
"Apa
ini Rizka ?.
"Ini
surat dari kak Ita sebelum meninggal" Rizka menyodorkan sebuah amplop
dengan mata berkaca-kaca.
Ku buka amplop putih, berisi surat
berwarna merah jambu dan ku bacanya dengan perlahan.
"Yudhis..,Maafkan jika surat ini hanya membuatmu makin marah padaku, Aku tahu kamu telah melupakanku, terbukti dari beberapa kali aku nelpon dan sms, tidak satupun yang kamu balas.Itu bukan salahmu, semua aku yang salah, yang tidak bisa konsisten dengan kata-kata sendiri.Sekarang aku jelasin, mengapa waktu itu aku memilih untuk tidak meneruskan hubungan kita. Maafkan jika waktu itu aku terpaksa berbohong, bahwa telah dipinang oleh anak dari sahabat papa, semua itu hanyalah sandiwara yang aku buat agar kamu bisa melupakanku, pinangan itu tidak pernah ada. Aku tidak tahu dengan cara apa agar kamu bisa melupakanku. Aku tidak mau kamu ikut terbebani dengan penyakit ini. Dokter telah memvonisku tidak akan bisa bertahan lama lagi hidup. Percayalah semua itu aku lakukan karena besarnya rasa cinta yang kuberikan untukmu.Yudhis...Sampai saat ini, saat menulis surat ini, rasa cinta itu tidak pernah padam, bahkan rasa cinta ini aku bawa sampai mati.Terakhir aku mohon maaf sebesar-besarnya, jika telah membuatmu kecewa dan marah padaku. Satu hal yang Ita perlukan saat ini, yaitu pintu maaf darimu, yang bisa meringankan beban perjalananku dalam menghadap sang Maha Pencipta.Selamat tinggal Yudhis"DarikuDede Rosita
Berulang-ulang kubaca-surat itu, tak
terasa surat itu telah basah dengan tetesan air mataku, aku benar-benar shock
setelah membaca surat ini, hanya penyesalan yang ada didiriku.
"Mengapa
ini kamu lakukan Ita".
"Mengapa
kamu merahasiakan sakitmu".
"Mengapa
kamu harus berbohong padaku".
"Mengapa
kamu tidak memberiku kesempatan, ada disaat-saat terakhirmu"
"Mengapa...
Mengapa...!".
"Maafkan
aku yang sudah berprasangka buruk terhadapmu".
"Maafkan
aku yang tidak mau menerima telponmu".
"Maafkan
aku yang tidak pernah membalas smsmu".
"Maafkan
aku Ita"
Aku masih bersimpuh lemas didepan
makamnya, dengan sejuta penyesalan.
"Percayalah
Ita..., cinta putihmu akan kuingat selalu, kucatat dengan tinta emas dalam
sejarah hidupku. Aku adalah laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan cintamu,
walau tidak bisa hidup berdampingan denganmu. Seperti yang pernah kubayangkan
dulu".
Pict from google |
"Selamat
Jalan Ita..., ditanah ini, kuukir sebuah prasasti cintaku, sebagai saksi bahwa
aku masih mencintaimu. Sebaris doa ku mohonkan ke pada Sang Pemilik kehidupan
ini, semoga Allah berkenan menempatkanmu di Surga-Nya yang Mulia".
Amin.
Nama dan cerita hanya fiksi belaka, bila ada kesamaannya hanya faktor kebetulan semata.
Boleh kukritisi ya ?
ReplyDeleteSilakan
DeleteWaktu demi waktu berlalu, antara kami semakin ada kecocokan dalam banyak hal, Ita bukan hanya cantik bagiku, tapi dia seorang muslimah yang taat dalam ibadahnya, dia sosok yang anggun dan bersahaja, sepertinya aku rela memberikan cinta ini kepadanya, seperti dia juga ikhlas memberikan cintanya padaku, dan alhamdulillah dari kedua orang tuapun sudah memberi lampu hijau atas jalinan kasih kami berdua, maka kamipun sepakat untuk serius dengan hubungan kami, dan dalam doa yang kupanjatkan, aku berharap Ita adalah wanita yang akan menjadi pendamping hidupku, dan bersama membangun mahligai rumah tangga yang sakinah, mawadah warahmah, aku membayangkan sebuah keluarga kecil yang sederhana tapi penuh dengan rasa kasih dan sayang.===> Kalimat panjaaaaaaang yang cuma dipisahkan dengan koma ini, seharusnya bsia jadi beberapa kalimat. Kalimat utuh yang diakhiri dengan titik. Butuh nafas panjang untuk membaca satu kalimat tanpa titik. Sekalipun dipisahkan dengan koma, justru membuat kalimat itu kehilangan daya pikatnya. :)
ReplyDeleteTerimakasih Mbak, masukan diatas sangat bagus, insya Allah saya tidak akan berhenti belajar
Delete"Apa..? kamu masih bisa mengatakan cinta dengan keadaan seperti ini"
ReplyDelete"Kamu masih berdalih rasa cinta sebagai pembenar atas yang kau lakukan"
"Omong kosong, semua itu Ta, tak perlu lagi kamu ucapkan kata cinta lagi"
"Aku benar-benar kecewa padamu Ta"
*Kalimat percakapan yang diucapkan satu orang, hendaknya diiringin dengan jedah berupa penjelasan kondisi si tokoh. Contoh :
"Apa ...? kamu masih bisa mengatakan cinta dengan keadaan seperti ini," Yudhis berteriak marah sambil menatap Ita, tajam.
"Kamu masih berdalih rasa cinta sebagai pembenar atas yang kau lakukan.Omong kosong, semua itu Ta, tak perlu lagi kamu ucapkan kata cinta. Aku benar-benar kecewa padamu Ta." Kemarahan memancar lewat raut wajah Yudhis yang memerah dan urat tangan yang terkepal.
wahhh, kalau cinta Ita di catat dengan tinta emas. Terus cinta dari istrinya [kelak] di catat pakai tinta apa lho? hehehehee...#edisi comment nyleneh
ReplyDeletebiasalah... sebuah gambaran rasa penyesalan dan sayangnya
DeleteSeperti di ibaratkan gunung kan kudaki, lautan kuseberangi..., eh gak nyambung yah..??
Percakapan tidak usah ditulis dengan italic (huruf mirin). Italic hanya digunakan pada istilah yang asing.
ReplyDelete"Om sini..., Rizka kasih tau deh" kata Rizka berlari-lari kearahku
"Katakan Ita apa yang terjadi denganmu?" kataku makin penasaran
"Aku mencintaimu Yudhis" kata Ita pelan dan terbata-bata.
"aku tahu, kamu pasti marah dengan keputusanku ini, tapi suatu saat nanti kamu akan tahu, kenapa aku memilih untuk tidak menjadi pendampingmu" kata Ita coba menjelaskan
"Jadi hanya untuk inikah aku kamu suruh datang ke Jakarta.?" kataku sambil menahan emosi
Beberapa kalimat menggunakan KATA, jika diulang-ulang kesannya membosankan. Gimana kalau cari kosa kata lain (perbanyak kosa kata)
"Katakan Ita apa yang terjadi denganmu?" tanyaku sambil menatap Ita, makin penasaran
"Aku mencintaimu Yudhis" ucap Ita pelan dan terbata-bata.
"aku tahu, kamu pasti marah dengan keputusanku ini, tapi suatu saat nanti kamu akan tahu, kenapa aku memilih untuk tidak menjadi pendampingmu." Ita berujar mencoba menjelaskan.
Intinya, memang perbanyak kosa kata :)
Alurnya sudah oke, cuma paparannya terlalu bertele-tele. Bisa diringkas dengan kata-kata yang dipadatkan :)
Surat dari Ita ditulis dnegan italic, itu baru bener :)
ReplyDeleteUdah aaah kebanyakan kripik pedesnya ntar mencret hahaha
Alur ceritanya bagus mas... saya suka ceritax ^^
ReplyDeletetp utk mengkritisi yg kurang tau, soalx blm prnh menulis fiksi
cerita yang menarik mas...
ReplyDeletedan aku tak hendak mengkritik, hihi. Masukan dari mba Titie juga adalah pembelajaran bagiku yang masih belajar dalam menulis fiksi.
Satu masukan dariku, ini menurutku lho mas, bagi kenyamanan pengunjung membaca tulisan ini, alangkah akan nyaman bagi mata, jika percakapan yang banyak barisnya itu, tidak terlalu rapat. Coba deh mas perhatikan lagi, dimulai dari kalimat ini:
"Ada masalah apa Ita, sebegitu pentingkah hingga aku harus ke Jakarta?" sampai ke
"Entahlah, sepertinya aku butuh menenangkan pikiran dulu, aku pulang dulu" kataku sambil beranjak dari kursi
itu penulisannya rapat banget, bikin mata cylindrisk ku sepat. :)
sukses terus ya mas! Cerita yang menarik.
makasih mbak...
Deleteini sebenarnya yang saya butuhkan, masukan dan kritik dari teman. Teman bagiku adalah cermin, dari teman aku bisa berbenah diri
selain mendapat inspirasi dari kisahnya, alhamdulillah dapet colongan ilmu dari mba Titie... hihih
ReplyDeletejiaahhh...., sambil menyelam minum air... hehehehe
DeleteCerita fiksi pertamanya boleh juga mas...
ReplyDeleteDitambah masukan dari mbak Titie Surya... betul kata mbak Mira... dapat ilmu juga...
Karena komentar ini berbicara tentang "belajar bersama", maka saya pun ingin mengutarakan sedikit yang dirasa terkait cerpen kak Insan.
ReplyDeleteMungkin sudah disinggung kak Titie, mungkin kak Insan perlu to the point saja. Masih ada beberapa bagian, yang seperti terlalu luas menggambarkannya. Kalimat ini kak: "Ita hanya diam sambil menundukkan pandangannya". Kalau diubah seperti ini, "Ita terdiam, pandangannya tertunduk", kira-kira bagaimana ya?
Apasih saya, belum pernah buat cerpen juga. Sok memberi kritikan. Hehehe.. Ceritanya, keren kak!
gilaaaaaaaaaaa,,,,,,,,,,
ReplyDeletebuat f nangis,,,,,,
merinding bi,,,
wah perdana bikin fiksi keren bgt....
like this yah....
bagus mas.... menjadi referensi bagi saya... apalagi dengan kritikan yang diberikan oleh mbak Titie.... :)
ReplyDelete"Kasih putih.. karunia Ilahi.." #sing "Kasih Putih"
ReplyDeleteWauuu. Cerpen perdana karya mas Insan. Bagus. ^_^
Kritisi dikit. Ada kalimat yg belum dikasih tanda baca. Trus kalau penegasan kalimat tanya mending di capslock aja Mas Insan. Jangan dikasih tanda tanya dua. Kata guru bahasa indonesiaku jangan lupa tanda baca. Nanti nilainya dikurangi. Haha. :D
Kisah nyata mas Robbani ya ..... turut berduka cita atas dipanggilnya Dede Rosita. siip cerita fiksinya.
ReplyDeletesebagai tulisan fiksi pertama, ini sudah sangat bagus kang. salut. dulu aku gak bisa menulis sebagus ini. coba lihat tulisan tulisan awalku di blog Fiksiku. sekarang aku tahu di mana letak kesalahan dan kelemahan tulisanku sendiri setelah aku baca lagi akhir akhir ini.
ReplyDeletekalau mau jadi penulis yang baik, sukalah dulu membaca tulisan tulisan yang baik pula, sehingga dari sana kita tahu bagaimana cara menulis yang baik. selain itu, terus berlatih. nantinya akan "alah bisa karena biasa". mari terus maju bersama kang.... :)
keren..merinding. tulisan pertama yang yahud, besok2 nulis fiksi lagi ya mas
ReplyDelete@nikenhehehehe... makasih mbak Niken...
ReplyDeletemau ikutan menyelam sambil minum air..??
@NunuTerimakasih Nunu...
ReplyDeletemasih mencoba menulis Fiksi
@Erlangga KusumawijayaOke Angga...
ReplyDeleteterimakasih telah mengkritisi Fiksi perdanaku
diperhatikan
@Andro Bhaskaramakasih Andro, memang posting ini edisi untuk di kritik, namanya baru belajar
ReplyDelete@Sumiyati Sapriasihmakasih Andro, memang posting ini edisi untuk di kritik, namanya baru belajar
ReplyDelete@Arya PoetraSangat2 terimakasih atas kepeduliannya, saya memang butuh masukan sebanyak-banyaknya
ReplyDelete@shofie akmalaTerimakasih Ofi, edisi perdana menulis fiksi...
ReplyDeletemudah2an tdk terlalu mengecewakan
@Titie Suryaterimakasih mbak Masukannya..
ReplyDeletesangat membantu sekali
@Titie Suryasiip mbak... saya akan berusaha memperbanyak kosa kata
ReplyDelete@Titie SuryaDari masukan mbak Titie, saya bisa belajar
ReplyDelete@MUHAMMAD RIDWANterimakasih Kang Ridwan, setidak-tidaknya aku dapat nyolong cara membuat fiksi dari Fiksiqu kemudian dibenahi oleh mbak Titie...
ReplyDeletelama2 kan bisa juga
@Rima Auliamakasih Rima...
ReplyDeletehmm.. fiksi lbh susah ternyata..
kenapa si Ita bisa ngambil kputusan begitu yah? bukankah dgan mnjlani hubungan dgn Yudhis bisa sdikit membuat prasaannya senang bhkan bisa lupa dgn pnyakit yg sdg ia jalani.
ReplyDelete@Rizka Herlinamungkin itu yg di inginkan Yudhis, tapi Ita tidak ingin Yudhis semakin sedih bila tau dia bakal tdk lama hidup
ReplyDeleteini tulisan edisi ngawur... wkwkwkwk
Kang insan, alurnya uda bgus...
ReplyDeleteSetuju ma mbak titie dan kang arya....
Banyak kata2 yg harus di koreksi ulang..br ga mubazir kata2.
Saran : kla mau lihat janggal atau bagus ceritanya..bacanya jgn dalam hati..kata mentor ku
Mari kita sama2 bljar kang....
waduh... endinge rek..
ReplyDeleteapik-apik kok, bakat rek nulis fiksi.. :)
saya tunggu cerpen-cerpen selanjutnya Mas
@selvimakasih masukannya, akan jadi input untuk menulis fiksi berikutnya
ReplyDelete@Lozz Akbarwaduh.. peyek yo peyek tapi ojo diremet-remet..., ngenyek yo ngenyek tapi ojo banget-banget...
ReplyDeletewakakakaka...
maturnuwun mas Lozz..
selamat jalan buat ita....
ReplyDeletekurang greget ya problemnya :)
selamat jalan buat ita....
ReplyDeletekurang greget ya problemnya :)
bagus kok ceritanya.. Suka, tapi dari segi penulisan... Kayaknya mbak titie lebih paham...
ReplyDeleteJadi bisa belajar juga..., sambil minum nelan obat lah.... :D