Sunday, November 24, 2013

Masuk Neraka Siapa Takut # Bohong

Orang yang beruntung adalah apabila hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Itulah seharusnya sikap manusia dalam menjalani kehidupan. Apakah aku lebih baik dari hari kemaren atau hari-hari yang lalu?. Entahlah aku tidak bisa menilai diri sendiri biarkan Allah yang menilainya melalui dua malaikatnya. Tapi satu hal yang ingin saya lakukan adalah menjadi manusia yang istiqomah dalam kebaikan dan kebenaran.

Tapi untuk menjadi manusia yang istiqomah memang tidak semudah membalikkan tangan, selain faktor internal juga ada faktor eksternal yang bergejolak dan bertarung sengit bagai dua kutun magnit yang saling tarik menarik. Karena diri ini bukan Nabi yang punya kadar keimanann grafiknya selalu naik, pun juga bukan malaikat yang  grafiknya berjalan konstan. Tapi diri ini manusia yang disikapi dengan sikap tamak, angkuh, sombong dan berbagai kebodohan lainnya sehingga keimananpun pasang surut bagai air dilaut.

Masa remaja konon katanya masa yang paling rawan, emosinya masih labil sedangkan rasa ingin tahunya lebih besar dibanding kemampuannya memanage diri sendiri.  dimasa remaja ini juga sangat rentan dengan pengaruh negatif apalagi tidak didasari dengan pondasi iman yang kuat. Kiranya hal itu yang terjadi pada diriku dahulu.  Seperti remaja pada umumnya jiwa selalu bergejolak mencari jati diri dan mencari pengakuan atas eksistensi diri tanpa ada satupun yang boleh menghalanginya, jiwa selalu memberontak menginginkan kebebasan. Setiap nasihat seakan bagai penghalang bagi kebebasan remaja.

Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan terutama kesalahan kepada orang tua, jujur saja akupun sering berbuat salah tetapi bagiku dosa yang terbesar yang pernah kulakukan pada ortu terutama ibu adalah "berbohong". Mungkin hal biasa bila berbohong kepada orang tua tapi bila berdampak yang fatal maka akan menjadi luar biasa bahkan luar binasa.

Kejadian ini terjadi semasa aku masih duduk di bangku SMA, sebagai anak muda malam minggu menjadi hari yang spesial. Bukan untuk wakuncar melainkan untuk berkeliling kota ajang kumpul-kumpul dengan teman sesama gank yang berujung pada balap motor liar dan akan kurang afdhol kalau tanpa disertai dengan taruhan sebagai penyemangat laga.

rembulan menatapku sinis l sumber gambar
Sejatinya aku bukan type remaja yang suka keluar malam ataupun hura-hura dengan dunia malam, awalnya aku lebih suka berlama-lama dikamar berkawan dengan lembar-lembar kertas yang terangkum dalam sebuah buku atau berkawan kanvas dan kuas untuk membuat karya seni serta mendengar lantunan musik clasic, sampai-sampai ibuku menyebutku sebagai Ande-ande lumut yang turun dari kamar lantai dua bila ada teman datang. Tetapi karena kedangkalan iman akhirnya aku terjebak pada dunia anak jalanan.

Seperti biasanya setiap malam minggu kami berkumpul di markas untuk kemudian berkeliling dan terakhir ke sirkuit alias tempat balapan liar dan seperti biasanya pula aku dan dua teman selalu didaulat sebagai rider. Balapanpun dimulai, kupacu motor sekencang mungkin, tepuk tangan penonton dan teriakan dukungan teman makin memacu adrinalinku. Kemenangan demi kemenangan hampir selalu kuraih tiap minggu sehingga namaku mulai diperhitungkan dikalangan pembalap liar.

Pada suatu ketika salah satu teman datang kerumah mengabarkan bahwa kami dapat tantangan dari gank lain untuk balapan dengan taruhan yang lebih besar dari biasanya. Karena bos yang biasanya sebagai penyandang dana tidak bisa hadir terpaksa kami patungan. Aku berpikir sejenak, dari mana aku dapat uang untuk ikut patungan sedangkan aku masih anak sekolah yang tidak punya uang lebih. Aku memutar otak mencari jalan keluar, tidak mungkin minta uang ibu untuk taruhan.

Dari dalam kamar ibu memanggilku dan memintaku untuk membayar tagihan listrik. Spontan niat burukku menari-nari dipikiran begitu menerima uang untuk bayar listrik, tanpa pikir panjang uangpun saya berikan untuk taruhan besok malam tanpa berpikir tentang dampak yang diakibatkan dari kebohongan tersebut

Hari yang ditunggupun datang, malam itu kami datang lebih awal menunggu lawan balapan datang. Dengan berlagak seperti jagoan balap yang tidak punya takut sedikitpun bahkan sepertinya masuk nerakapun tidak ada sedikitpun ketakutan. Dan ketika lawan sudah datang pertarunganpun segera dimulai. Suara mesin motor meraung-raung, kepulan asap keluar dari knalpot, ketika bendera dikibarkan aku langsung tancap gas dan kupacu motorku sekencang-kencangnya. 

Satu putaran, dua putaran sudah kulalui dengan sengit dan saling menyalib sampai akhirnya... PRAAAKKK...!!!! Stang motorku bersenggolan dengan lawan, dengan kecepatan tinggi maka motor kami oleng tak terkendali, dia jatuh tersungkur sedang aku jatuh terpelanting. Bersyukur aku jatuh di jalur hijau atau di rerumputan pembatas jalan. tidak ada luka serius hanya sedikit lecet, tapi badan rasanya ngilu dan dada sulit bernapas.

Belum juga hilang rasa sakit kudengar suara sirine meraung-raung dari arah depan. Patroli polisi datang merazia balapan liar. Dengan sekuat kemampuan kuberlari dan berlari menyelamatkan diri, teman-temanpun tidak lagi menghiraukanku yang lagi merintih kesakitan, mereka sibuk menyelamatkan diri sendiri. Pontang panting aku berlari menyibak ilalang dan semak-semak belukar hanya untuk bisa bersembunyi dan dan terbebas dari razia. 

Tak lama suasana diluar tampak sepi, aku duduk sendiri bersandar dipohon diantara semak-semak di tanah kosong dengan badan terasa remuk redam. Aku menatap rembulan yang sedari tadi memperhatikanku dengan tatapan sinis seolah jengah melihat kebodohanku, tapi dalam sekejab dibalik wajah rembulan seperti tampak wajah lembut ibuku yang tersenyum manis untukku, dengan mata nanar kutatap dalam-dalam wajah ibuku. Masih tersemat senyum yang teramat manis untukku.

Entah mengapa tiba-tiba mataku seperti tidak sanggup lagi menatap bayangan wajah ibu, antara rasa malu, rasa bersalah dan berjuta rasa lainnya berkecamuk dihati membuatku hanya bisa menunduk sambil menitikkan air mata. Dalam kesendirian dimalam buta tidak ada satupun yang memperdulikanku hanya bayangan senyuman ibuku yang masih bisa menguatkanku untuk bertahan dalam kesendirian. Maafkan anakmu ibu.

Besoknya kuhabiskan hariku didalam kamar untuk istirahat sambil mendengar lagu-lagu kesukaan, badan masih terasa ngilu tapi kepada siapa aku menceritakan. Tidak ada satu temanpun yang datang menanyakan keadaanku, padahal mereka mengaku sebagai sahabat tapi disaat diri dalam kesakitan dimana mereka, tidak ada satupun yang kelihatan batang hidungnya.

Kudengar pintu kamarku ada yang mengetok, dengan tertatih kubuka pintu, dan didepan pintu sudah berdiri ibu dengan senyum manis persis dengan senyum yang kulihat dari balik rembulan. Aku tersentak, antara percaya dan tidak percaya dengan yang kulihat didepan mataku, aku makin tidak percaya saat melihat ibu tidak menampakkan kesan marah atas kesalahanku

"Sebenarnya ibu tahu apa yang terjadi dengan dirimu semalam dan ibupun tahu apa yang kamu lakukan setiap kali keluar malam, tapi ibu tahu kamu bukan type laki-laki yang mudah dicegah, ibu hanya berharap dirimu bisa mengambil pelajaran atas kejadian semalam" ucap ibu dengan mimik serius tapi tetap dengan senyum yang manis.

Mendengar sebaris kalimat yang keluar dari bibir ibuku mendadak badanku menjadi lunglai, lemas tanpa kekuatan, akupun menghambur dalam pelukan ibu dan berlutut memohon ampun atas kesalahan dan kebandelanku, airmata tidak mampu kutahan lagi, aku menangis sesenggukan dipangkuan ibu. Aku benar-benar merasakan keteduhan ketika menyandarkan kepala dipangkuan ibu. Aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahan dan kebodohan untuk kedua kalinya.

Ibu tersenyum bahagia sambil mengusap air mataku serta membelai lembut rambutku dengan penuh kasih sayang sembari berucap lirih "Ibu senang engkau bisa mengambil pelajaran dari kesalahan sendiri". Memang benar apa kata pepatah "Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang masa"  Terimakasih bu atas semua kasih sayangmu dan maafkan semua kebandelan anakmu, aku berjanji akan kembali menjadi anak yang patuh dan taat pada orang tua. Dan sejak kejadian itu aku kembali menjadi anak mama yang manis seperti semula.



Artikel Media Macarita Sejenis

Categories:

9 comments:

"Setelah dibaca silakan berikan komentar sesuai isi posting. Karena isi posting sopan maka diharap komentarnya juga sopan dan tidak menulis komentar spam yang tidak ada hubungannya dengan posting. Maaf jika komentar OOT terpaksa kami hapus."

  1. Hmmm ternyata pernah jadi jagoan balap juga ya om..
    Salut deh dg ketenangan Ibu nya om Budhi

    ReplyDelete
    Replies
    1. biasalah dimasa remaja dulu, sekarang sih tinggal suka nonton Valentino Rosi dkk

      Delete
  2. wah ada valentino rossi disini hehehe....jadi kangen ibu saya baca ini mas ^^

    ReplyDelete
  3. Membaca 2 paragraf terakhir... bagaikan de javu

    ReplyDelete
  4. Koq yo rasane gak percaya kalau Om Insan pernah mencicipi arena sembalap. Hihihi

    Tapi kalau dengan ande2 lumurnya sih percaya. :)

    ReplyDelete
  5. kenangan yang memberi pelajaran sampai sekarang ya kang. memang pengalaman itu adalah guru yang terbaik, yang bisa kita resapi nilai ajarannya sampai mendalam. begitupun ibu, manusia yang paling mengerti bagaimana harus mendidik kita.

    ReplyDelete
  6. "Ibu senang engkau bisa mengambil pelajaran dari kesalahan sendiri" --- saya sangat suka yang ini. biasa demikian juga kalau saya mengingatkan anak-anak kami.

    semoga bisa menjadi hikmah bagi kita semua.
    owner: http://bit.ly/1dRjWxM

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, terimakasih sudah berkenan berpartisipasi,
    artikel sudah resmi terdaftar sebagai peserta...
    mohon dicek kembali namanya di daftar peserta yang ada, kalau belum muncul harap beritahukan admin segera.
    salam santun dari Makassar :-)

    ReplyDelete
  8. cerita yang bagus inspiratif...saya sebagai seorang ibu belum tentu bisa sebijaksana ibu anda .....

    ReplyDelete