Setiap pagi saat berangkat kekantor aku melintasi beberapa lampu merah
diperempatan jalan, entah mengapa pagi ini mataku seperti
digerakkan kearah bocah kecil yang sedang menjajakan setupuk koran
ditangannya. Dihampiri satu persatu kendaraan yang berhenti dilampu
merah. Berkali-kali kulihat pengemudi mobil maupun motor hanya geleng
kepala sebagai isyarat tidak membeli korannya.
Kulirik jam tangan masih pukul delapan pagi, masih ada waktu setengah
jam lagi. Terdorong rasa penasaran aku berhenti dan menepi sambil terus
memperhatikan reaksi si bocah menghadapi penolakan demi penolakan.
Lampu
hijau menyala kendaraanpun mulai melaju satu persatu, kesempatan untuk mengais pembeli harus ditunda. Si bocah kembali menepi
duduk di trotoar persis bawah traffic light. Wajahnya menengadah menatap langit biru. Bibir mungilnya komat-kamit, mungkin seuntai doa yang
ditujukan pada Robbnya, dilihatnya burung-burung terbang lincah
kesana-kemari untuk mencari makanan seraya memberi isyarat agar dia tidak boleh lelah menjemput rizkinya.
Lampu merahpun kembali menyala setengah meloncat dia kembali beranjak dari trotoar menghampiri mobil yang berjajar. Lagi-lagi gelengan kepala yang diterimanya, entah ini penolakan yang keberapa kalinya dia tidak sempat menghitungnya, dengan sabar dihampirinya satu-persatu pengemudi tersebut. Hanya sebuah harapan yang tersisa semoga masih ada yang akan membelinya.
Kaca mobil inova hitam dibuka, seorang lelaki paruh baya melambaikan tangan sembari memanggilnya. Entah karena memang perlu berita dikoran atau hanya rasa iba semata. Dari jarak kira-kira limapuluh meter aku masih mengamati bocah tadi. Tampak senyumnya mulai mengembang alhamdulillah dua orang sudah yang membelinya. Wajah si bocah makin berbinar ketika ada tiga, empat, lima dan seterusnya yang membeli korannya, hanya tersisa dua lagi yang ada ditangannya…, Subhanallah dari kesabaran dan sikap pantang menyerah telah dibalas tuntas oleh Allah Ta’alla. Kuhampiri si bocah tadi, karena tinggal dua Koran ditangannya maka aku beli dua-duanya walau sebenarnya dirumah sudah berlangganan koran.
Lampu merahpun kembali menyala setengah meloncat dia kembali beranjak dari trotoar menghampiri mobil yang berjajar. Lagi-lagi gelengan kepala yang diterimanya, entah ini penolakan yang keberapa kalinya dia tidak sempat menghitungnya, dengan sabar dihampirinya satu-persatu pengemudi tersebut. Hanya sebuah harapan yang tersisa semoga masih ada yang akan membelinya.
Kaca mobil inova hitam dibuka, seorang lelaki paruh baya melambaikan tangan sembari memanggilnya. Entah karena memang perlu berita dikoran atau hanya rasa iba semata. Dari jarak kira-kira limapuluh meter aku masih mengamati bocah tadi. Tampak senyumnya mulai mengembang alhamdulillah dua orang sudah yang membelinya. Wajah si bocah makin berbinar ketika ada tiga, empat, lima dan seterusnya yang membeli korannya, hanya tersisa dua lagi yang ada ditangannya…, Subhanallah dari kesabaran dan sikap pantang menyerah telah dibalas tuntas oleh Allah Ta’alla. Kuhampiri si bocah tadi, karena tinggal dua Koran ditangannya maka aku beli dua-duanya walau sebenarnya dirumah sudah berlangganan koran.
YESS..!!
si bocah itu mengepalkan kedua tangannya, sebuah ekspresi kegirangan karena korannya habis terjual. Sebelum dia pergi sempat kubertanya
padanya,
“adik umur berapa, apa tidak sekolah? tanyaku dengan rasa penasaran
“sembilan tahun, masuk siang” Bocah itu menjawab singkat.
“ayah dan ibunya kemana..??” aku bertanya lagi.
“ayah penarik becak" kembali dengan singkat dia menjawab sambil menunjuk ayahnya yang ada diseberang jalan.
"ibu tukang cuci pakaian”
"lantas uang dari jualan Koran untuk apa..?"
"untuk sekolah, sehari saya harus menjualkan sepuluh koran, dikumpulin untuk bayar sekolah" kata bocah itu dengan tegas.
Subhanallah
bocah sekecil ini sudah mentarget dirinya dengan nominal angka-angka,
hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dia tidak mampu berpikir
besok bagaimana, masa depannya jadi apa, yang dia sanggup pikirkan
adalah bagaimana dia menghabiskan korannya hari ini, bagaimana dia
menjalani hidup yang baik untuk hari ini. Ya Allah hari ini Engkau
beri pelajaran dalam hidupku dengan ayat-ayat kauniyah-Mu, hari ini
telah Engkau beri pelajaran padaku tentang kesabaran, istiqomah, rasa
syukur dan sikap pantang menyerah serta harus punya goal setting dan
tujuan hidup, tak terasa mataku berkaca, ketika menyadari atas berbagai
kenikmatan dari-Nya yang jarang aku syukuri, hingga tak terasa mulutku
berucap:
"Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan"
Ya Allah berilah pemahaman kepadaku akan makna dari tujuan ibadah dan
target dalam ibadah, tiap hari sholat dan bersujud kepadamu, tapi
sholatku masih belum bisa mencegah dari kemungkaran, sholatku hanya
sebatas melaksanakan ketentuan dan kewajiban agama tapi belum menyentuh
pada fungsi dan peran yang sesungguhnya dalam kehidupan.
Puasa Ramadhan selalu kujalani tapi hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, belum menyentuh esensi dan tujuan puasa yang sebenarnya yaitu menjaga hati dari sikap hasud serta mengendalikan perilaku dan ucapan dari kerusakan dan menjaga harmonisasi hubungan vertical dengan-Mu serta hubungan horizontal dengan sesama.
Puasa Ramadhan selalu kujalani tapi hanya sebatas menahan diri dari makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, belum menyentuh esensi dan tujuan puasa yang sebenarnya yaitu menjaga hati dari sikap hasud serta mengendalikan perilaku dan ucapan dari kerusakan dan menjaga harmonisasi hubungan vertical dengan-Mu serta hubungan horizontal dengan sesama.
Masih banyak tujuan yang belum terealisasikan, banyak hikmah besar yang
belum terwujud melalui ibadah-ibadah ritual. hanya melakukan ibadah
tanpa berusaha menghidupkan ruh dari ibadah tersebut. Jiwa masih kering
kerontang masih jauh dari sifat tawadhu' apalagi zuhud. ibadah kepada-Mu
masih menjadi kewajiban bukan kebutuhan.
Ya Allah ya Robb ampunilah aku atas kebodohanku ini.
Ya Allah ya Robb ampunilah aku atas kebodohanku ini.
Notice:
"Jika kita yang telah diberi kenikmatan melebihi bocah penjual koran,
tapi masih sering mengeluh, mari kita belajar kepada kegigihan bocah
penjual koran"
Media Robbani
Subhanallah... Mngkin... meski entah ia telah mengerti atau blm.. rasa syukur terhadap hiduplah yg membuat bocah ini terus mengeja harapan di sudut lampu merah itu. Seperti itu jualah ia dan kita dibelajarkan untuk meraih sesuatu, dg kerja keras... mentargetkan keping demi keping yg didapat utk mencapai tujuan.
ReplyDeleteSemoga detik demi detik kita di Ramadhan ini menuju titik harapan yang lebih tinggi, tujuan Dia menganugerahkan Ramadhan yakni mencapai titik Taqwa. Aamiin..
wah indah nian kata demi kata yang kau tuliskan dikolom komen liyan...
Deletesungguh aku suka
pelajaran yang berharga bagi kita bersama, sebuah target tuk meraih apa yg diinginkan. Aq yg sudah dewasa gini aja masih terkadang bingung tuk menentukan target tuk ke arah yg lebih baik lagi.
ReplyDeletekok sama ya.. malah kadang saya hidup tanpa target.. ah paraahh
DeleteAku 9 tahun menjalani profesi ini sobat.... banyak suka duka... tapi sepertinya byk dukanya hehehehehehe...........
ReplyDeleteSubhanallah... salut dan angkat topi
Deletewah commentnya nga keliatana yang harus di scroll dulu
ReplyDeletelha ini keliatan
Deleteterkadang kita mendapat hikmah dari setiap kehidupan yang terlintas didepan kita, namun terkadang kita lebih sering mengabaikannya....padahal ALLAH memberikan kita mata dan otak untuk melihat dan kemudian mempelajarinya..agar hidup kita menjadi lebih berkualitas dalam pandangan dunia maupun dalam pandangan ALLAH....,
ReplyDeletebila sang penjual koran mampu bertahan dalam kehidupan ini dan senantiasa berdoa kepada ALLAH, bagaimana mungkin orang2 yang hidupnya melebihi status ekonomi penjual koran masih mengeluh akan persoalan hidup yang dialaminya....dan nikmat mana lagi yang akan kita dustakan....salam :-)
Subhanallah indah sekali komentarnya mas Hariyanto
Deleteterimakasih...
Pelajaran dari apa yang terlihat oleh kita, dalam keadaan apapun dia selalu bersyukur dan tidak mengeluh dan tidak menjual kemiskinannya untuk dipamerkan. Dan dia jadikan posisi bertahan untuk tidak mengeluh sebagai semangat hidupnya. Semoga kita bisa melihat dari pesan dari kejadian ini. Trims atas sharingnya Kang.
ReplyDeleteSalam wisata
Setuju kang Indra, janganlah kemiskinan dipamerkan bahkan utk komoditi jual beli mencari uang...
DeleteSemangat kang
Subhanallah
ReplyDeleteAnak setegar itulah yang patut kita contoh. Berjuang mencari rejeki yang halal untuk biaya sekolah.
Kayak lagune Iwan Fals yo kang.. "anak sekecil itu berkelahi dengan waktu"
DeleteSelalu ada doa sam.. untuk orang-orang yang bekerja dengan hatinya
mencontoh semngat juangnya ya mas..
Deleteinsya Allah Sam Lozz, ddoa selalu meluncur
DeleteMembaca ulang kisah ini semakin meneguhkan hati akan rasa syukur kepada Allah. Berhenti mengeluh, Lebih dalam melihat Maha pengasih dan Maha Penyayangnya Allah.
ReplyDeleteSubhanallah kalimatnya mbak Niken selalu terasa indah dan sejuk..
Deletesalam semangat ...
maka,nikmat mana lagi yang kau dustakan....
ReplyDeleteSemoga kita selalu bersyukur atas apa yang sudah Allah berikan kepada kita aminnn
*mengisnpirasi mas ceritanya
“Fabi-ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan”
DeleteMaka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?