Tuesday, July 23, 2013

Berkawan Mentari

Teriknya matahari Surabaya terasa menusuk-nusuk kulit, Deru suara mesin kendaraan meraung memekakkan telinga, belum lagi asap dan debu yang berterbangan memenuhi jalanan yang kian macet sehingga makin membuat sesak didada. Sebenarnya siang ini enggan untuk keluar kantor kalau bukan ada pekerjaan penting yang membutuhkan keluar. Apalagi lagi sedang berpuasa harus sedikit berhemat tenaga.

Panas matahari kurasakan kian menyengat panasnya seperti tepat diubun-ubun, aku menepi dan berteduh dibawah pohon akasia yang besar nan rindang. Dipinggir jalan nampak seorang lelaki tua masih sibuk menyapu menyingkirkan sampah, kotoran dan daun-daun jatuh bertebaran di jalanan. Sesekali dia menyeka peluh yang membasahi sekujur mukanya dengan handuk putih yang tidak putih lagi. Bibirnya mengering mengisyaratkan sedang menahan rasa dahaga ditengah teriknya siang hari.

berkawan mentari l sumber gambar

Hanya karena jalanan macet dan padat membuat bapak tua harus minggir dan berdiri tepat disebelahku. Dengan seksama kuamati bapak tua ini ada rasa kagum dan rasa iba kepada lelaki renta ini. Dilihat dari fisiknya bapak ini mungkin usianya sudah kepala enam. tapi dedikasinya pada pekerjaannya patut diacungi jempol. Rasanya tidak salah jika disebut sebagai pahlawan kebersihan tanpa tanda jasa. Bapak tua itu tersenyum kepadaku saat beradu pandang denganku. sembari berucap kepadaku.

"Berteduh ya nak?, hari ini memang sangat panas"

"Iya Pak" jawabku sembari memberikan senyum balasan.

"Bapak puasa ? ucapku menyelidik

"Alhamdulillah bapak masih bisa puasa nak, karena puasa sudah menjadi keseharian bapak" Jawabnya mantab.

"Maksudnya gimana pak?" tanyaku agak penasaran.

"Meskipun bukan bulan Ramadhan bapak terbiasa makan seadanya, kalaupun tidak ada yang dimakan bapak harus puasa".

Jleebb..!!  kalimatnya membuatku tertohok.

"Oh iya, maaf ya pak bekerja di jalanan berdebu dan berpolusi serta udara yang panas begini apa tidak kehausan" rasa isengku muncul.

Pak tua itu tersenyum sambil menghela nafas dalam-dalam, tak lama kemudian dia berkata.

"Bapak sudah berteman matahari sejak duapuluh tahun lalu, matahari siang hari memang panas nak, tapi neraka jauh lebih panas lagi".

Astaghfirullah jawaban bapak itu sukses membuatku terjerembab KO. Aku hanya bisa diam terpaku melihat ketabahan dan keyakinan bapak tua itu.

Sementara diriku yang belum serapuh dia masih suka mengeluh dan tidak ikhlas menghadapi kondisi dan cuaca. Harusnya aku malu berteduh seperti ini hanya untuk menghindari udara panas yang sebenarnya suatu rahmat dari-Nya. Karena keadaan apapun adalah ada hikmah jika mau mengkajinya dan Allah tidak akan memberikan ujian tanpa memberi balasan yang sebanding. Baru merasakan udara panas sudah mengeluh apalagi merasakan panasnya api neraka.

Aku masih berdiri mematung disebelah motor yang kuparkir, sampai akhirnya dikejutkan oleh suara pak tua.

"Maaf ya nak, bapak tinggal dulu, bapak harus membersihkan sampah-sampah dijalanan".

"Eh.. oh.. iya pak silakan, saya juga mau melanjutkan perjalanan" jawabku terbata sembari menstarter motor dan melaju dengan membawa rasa malu pada diri sendiri.

Jika masih ada diantara kalian yang masih suka mengeluh dan cengeng seperti aku, mari kita buang jauh-jauh rasa itu, di luar sana masih banyak yang menjalankan ibadah puasa dengan perjuangan yang lebih berat. Bahkan konon dulu Rasulullah dan para sahabat dengan gagah berani berperang melawan musuh Islam di bulan Ramadhan yang terkenal dengan Perang Badar. Maka tidak ada alasan untuk menyurutkan semangat di bulan Ramadhan.

ALLAHU AKBAR..!!



Artikel Media Macarita Sejenis

Categories: , ,

26 comments:

"Setelah dibaca silakan berikan komentar sesuai isi posting. Karena isi posting sopan maka diharap komentarnya juga sopan dan tidak menulis komentar spam yang tidak ada hubungannya dengan posting. Maaf jika komentar OOT terpaksa kami hapus."

  1. Sebenarnya jika tidak ada halangan yang berat, rugi ora poso itu Cak.. ah, jadi inget dulu jaman nakal sekolah, sering bolong posone

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ketauan kalau jaman sekolah bandel... gak boleh ditiru ponakannya ah... qiqiqiq

      Delete
    2. hiii ada yang bandel hayooo bener jangan ditiru! sekarang masih bandel ra ya? hihi

      Delete
    3. kalo punya banyak keponakan masih bandel ya dilempar kelaut aja mbak... piss Uncle

      Delete
  2. pelajaran hidup dan paling berharga tak mesti muncul dari mulut seorang DR. Atau profesor.....
    Tapi justru sebaliknya... dari orang2 yang lebih memaknai hidup dlm segala kekurangan... :)

    Trimakasih mas.. atas postingan yang "jleb" ;D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan pandang siapa yang menyampaikan tapi pandang yang disamaikan..., bukan begitu kan mbak Nova

      Delete
  3. padahal kita makan serba ada tapi masih suka mengeluh ya, malu dengan bapak tua itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makanya dari sekarang kita gak boleh mengeluh...entar dicontoh Devon, Pascal dan Alvin

      Delete
  4. Dibalik kesederhanaan selalu tersimpan kekayaan hikmah..

    ReplyDelete
  5. ini cerita mak jlebbb,bener mas terkadang saya rasanya ngeluh mulu padahal ada yg lebih dibawah kita...astaghfirullah.

    ReplyDelete
  6. setuju!
    jangan karena hemat hawa nafsu semangat kita juga jadi ikut hemat :D

    saya aja kalo mau kerja masih aja disamper ke rumah sama bapak2 yg suka barengan bike to work juga. :D

    ReplyDelete
  7. makjleb.
    namanya shaum ya hidup sederhana. seadanya, Jangan yang gak ada dicari2 hehehe...

    sementara disana menu berbuka selalu menunya dengan rasa syukur.
    jujur saya termasuk orang yang sekrang lebih mikir. Kalau buka cukup air teh manis meski gak ada kurma, walaupun dianjurkan. Tapi gak perlulah repot2 cari kesana-kemari. seadanya. yang ada tahu makan. yang ada tempe makan hehe..

    malah kadang saya males makan karna air saja sudah cukup. meski tambah kurus. Jadi luar biasanya orang berpuasa, Allah mengenyangkan perut kita apabila kita bersyukur.

    salam ramadhan ke 15 bang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. itulah barokah Ramadhan, seteguk air terasa nikmat sekali
      Yang penting esensi puasanya bukan sekedar berlimpah makanan jadi terkesan puasa malah pemborosan.

      Delete
  8. Subhannalloh, uangkapan jawabnan yang luar biasa dari Bapak itu. Semangat akan ketaqwaan kepada Alloh yang patut dicontoh

    ReplyDelete
  9. ini cerita fiksi atau cerita nyata?

    ReplyDelete
  10. hebat nian bapak itu mas,saya kehidupan yang bsia dibilang lebih baik saja masih suka mengeluh, pelajaran yang luar biasa

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya... kita belajar untuk ikhlas akan ketentuan-Nya dari bapak itu.

      Delete
  11. Belajar mengambil hikmah di sini, untuk tidak selalu mengeluhkan keadaan.

    ReplyDelete