Sunday, September 16, 2012

Tetaplah Pada Kebenaran


Waktu kecil aku sering bertanya dalam hati mengapa teman dikantor ayah yang dijajaran selevel banyak yang tidak suka dengan ayah. Padahal setahuku ayah termasuk orang yang perhatian dan selalu membela kepentingan para stafnya, bagiku ayah adalah sosok yang jujur disiplin, loyalitas serta berdedikasi terhadap pekerjaannya. Sebagai seorang Factory Manager ayah bertanggung jawab atas kelancaran produksi maka tak heran jika ayah begitu memperhatikan kenyamanan anak buahnya dan tidak mau main-main dalam bekerja.

Ternyata baru kutahu jawabannya ketika aku bekerja disalah satu perusahaan. Aku mengalami hal serupa dengan ayah. Satu divisi ada lima orang yang langsung dibawah general manager, ternyata dibalik keramahannya mereka menyimpan kebencian kepadaku, aku sendiri tidak tahu mengapa, barangkali karena aku tidak mau berserikat untuk kecurangan dengan mereka dalam pekerjaan.

waktu terus berjalan
Pada tahun ketiga progres kerjaku jauh lebih baik, nah disitulah awalnya ketidak nyamananku. Aku tidak suka kepura-puraan dalam bekerja, karena bekerja diberi upah adalah amanah dan tanggung-jawab yang harus diemban maka  sebisa mungkin aku bekerja sebaik-baiknya. Rupanya hal itu membuat gerah teman-teman, mereka cenderung mengulur-ulur pekerjaan agar bisa over time dengan maksud agar dapat insentif yang lebih besar. Akhirnya aku dianggap tidak bisa diajak kerjasama. Bagiku untuk apa bekerja sama untuk hal kecurangan seperti itu. 

Aku dipanggil secara khusus oleh pimpinan, kami bicara panjang lebar dari A sampai Z, rupanya pimpinan sudah terkontaminasi dengan virus yang disebarkan teman-teman satu divisi, sudah kubayangkan jika aku akan mendapat teguran keras dianggapnya aku tidak mau kerja lembur. Lah kenapa harus lembur jika bisa dikerjakan tepat waktu. Ah ternyata kejujuran memang harus dibayar mahal. Karena suasana kerja sudah tidak nyaman lagi maka aku memutuskan untuk mengundurkan diri.

Dengan berbekal uang pesangon aku membeli alat-alat untuk menunjang kerjaku, alhamdulillah aku punya sedikit kebisaan di bidang design graphic. Dengan suport sang istri aku membuka bendera sendiri. Berangkat dari nol memang terasa berat, harus jatuh bangun merintisnya. Penolakan demi penolakan sudah menjadi makanan sehari-hari hingga hampir membuatku putus asa.

Sementara waktu terus berjalan aku harus memberi nafkah anak dan istriku. Sisa uang pesangonpun kian hari kian menipis, walau sebenarnya dari istri ada income tapi rasanya tidak adil jika aku berleha-leha sementara istri banting tulang mengais rezeki. Bagiku hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan dan sebagai bisnis owner semangat menjadi skala prioritas disamping sebuah doa dan ikhtiar, satu hal yang membuatku selalu bertahan adalah photo tangisan anakku yang selalu kuselipkan di dompet. Jika semangat mulai mengendur maka kubayangkan anakku akan menangis meraung-raung karena tidak bisa minum susu atau tidak bisa mendapatkan mainan yang menjadi haknya.

Tangisan si Devon Kecil yang jadi penyemangat
Alhamdulillah dengan perjuangan pantang menyerah akhirnya sedikit demi sedikit aku bisa meyakinkan beberapa teman untuk memberikan job designnya sekaligus aku dipercaya menjadi freeliner dibeberapa perusahaan. Alhamdulillah kian hari mitra kerja makin menaruh kepercayaan padaku, dan integritas atau nama baikku menjadi taruhannya. Itu kusadari karena aku hanyalah penjual jasa.

Tapi perjalanan tidak selamanya berjalan mulus, seiring kondisi keuanganku yang mulai stabil ternyata ibuku jatuh sakit yang cukup parah hingga masuk rumah sakit dan opname yang akhirnya kena stroke. Bisa dibayangkan dengan kondisi seperti itu maka uang tidak ada harganya, karena untuk menebus obat sudah bukan hitungan hari lagi tapi sudah hitungan jam dan setiap saat harus siap menyediakan uang untuk menebusnya.

Maka sebagai bakti pada orang tua tidak ada jalan lain kecuali merawatnya sambil berharap ada kesembuhan untuk Ibu, bagiku apa yang aku punya, harta yang kumiliki tidak ada yang lebih berharga dibanding kasih sayang dari seorang ibu. Aku berjanji apapun yang terjadi akan berusaha membuat senang ibu disaat-saat terakhirnya. 

Apalah arti aku mempunyai barang-barang berharga jika diruangan lain ada seorang yang kusayangi tengah membutuhkannya, tidak ada jalan lain kecuali melego barang-barang kesayanganku seperti lappi, kamera digital, handpone dan lain-lain dengan harapan bisa membantu pengobatan ibuku. Aku tidak pernah menyesal jika harus berkorban apapun karena ibuku lebih aku sayangi dibanding dengan barang-barang kesayanganku.

Ternyata Allah berkehendak lain, belum sempat aku memberikan uang hasil penjualan barang-barang tersebut, ternyata Ibu sudah dipanggil menghadap-Nya, hanya rangkaian doa yang kudengar melalui telepon agar aku selalu menjadi manusia yang selalu amanah dn berdedikasi.

Ya Allah semoga engkau beri kemampuan  dan kekuatan untukku dalam menjalankan wasiat ibuku.   Aamiin. 

Dan satu hal yang kuyakini adalah do'a seorang ibu yang tulus selalu di ijabahi oleh Allah Ta'ala,  karena surga dan neraka ditentukan sikap kita kepada orang tua, keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua terutama Ibu.

Dan insya Allah Rezeki yang diberikan Allah kepadaku hingga hari ini adalah karena doa yang terucap disaat-saat terakhirnya. Untuk itu aku berpesan jangan pernah menyakiti ibu dan rawatlah ibu melebihi merawat diri sendiri karena kasih sayang ibu tidak akan terbeli dan tergantikan. 

Pesan dari cerita diatas ada tiga point yang bisa kita petik yaitu jangan pernah takut melakukan suatu kejujuran walaupun terasa pahit tapi akan berdampak manis sekaligus menjadi modal berharga diakhirat nanti dan yang kedua jangan pernah berhitung untuk membahagiakan orang tua terutama ibu karena yakinlah Allah akan membalas tuntas pengabdian kita kepadanya kalaupun tidak didapatkan didunia minimal diakhirat nanti. Doa seorang ibu yang terucap ataupun yang tersirat dalam hati akan lebih didengar-Nya dan point terakhir yaitu carilah sesuatu yang bisa menjadi pembangkit semangat hidup kita, baik dalam urusan duniawi terlebih urusan ukhrawi, untuk urusan muamalah ataupun urusan ibadah. Karena sesungguhnya kita tidak akan bisa bertahan hidup sehari tanpa ada semangat dan motivasi.


Semoga Allah memberi berkahnya bagi kalian semua.


 “Tulisan ini diikutsertakan pada Monilando’s First Giveaway" 

 

Artikel Media Macarita Sejenis

Categories:

13 comments:

"Setelah dibaca silakan berikan komentar sesuai isi posting. Karena isi posting sopan maka diharap komentarnya juga sopan dan tidak menulis komentar spam yang tidak ada hubungannya dengan posting. Maaf jika komentar OOT terpaksa kami hapus."

  1. Hiks... Devon nangisnya mengenaskan sekali, saya sampai ikutan trenyuh...
    Subhanallah mas Insan... sebuah perjalanan hidup yang membutuhkan keikhlasan dan kesabaran. Selamat ya mas... berhasil melewatinya dengan prinsip yang kuat. Kejujuran walau pahit, buahnya tetaplah manis.
    Dan.... seperti komen saya buat mas Lozz... Jagoan memang suka muncul belakangan...Jempol deh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih mbak,
      kejujuran ibarat minum jamu, pahit tapi menyehatkan..

      jagoan..?? jagoan neon kali..

      Delete
  2. Lihat anaknya sedang bermain saja, semangat kerja bisa tumbuh. Apalagi melihat anak nangis ya, Om. Devon giginya masih ompong ya pas kecil. . .hihihihi

    Kisah perjalanan hidup Om Insan lebih dari seorang pahlawan, semoga apa yang sudah Om Insan lakukan untuk keluarga mendapatkan balasan dari yang maha adil.

    Pasti eyangnya Devon tersenyum di sana. . :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin...
      seharusnya seorang ayah hrs sebagai hero minimal utk diri sendiri dan keluarganya...

      makasih Idah

      Delete
  3. subhanlloh, syarat motivasi Mas, semoga Ibunda Mas, di berikan tempat yang istimewa disisiNya..

    selain 3 point yang Mas kasih di atas, masalah motivasi dengan foto itu bener2 menyentuh saya Mas, semoga kehidupan Mas berkan, dan semoga GAnya sukses...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin... terimakasih doanya
      berharap doanya mas lebih baik lagi.

      terimakasih kunjungannya

      Delete
  4. kalau devon lihat foto ini sekarang bagaimana mimiknya mas? terkadang yang jujur jadi dikucilkan ya mas. tapi tetap harus jujur kan

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe... Devon malu kalo liat photo ini mbak Lidya

      makanya itu jujur menjadi sesuatu yg langka..
      tapi tetep ajarin Pascal dan Alvin dengan kejujuran ya mbak

      Delete
  5. Hiks.. mas Insan *ga tau mesti komen apa*

    semoga ibunda mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya ya Mas..
    semoga senantiasa dlm rezeki yg cukup, halal dan berkah..

    memang kehidupan kantor tantangannya macem2 ya mas... :(

    suwun banget mas partisipasinya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin...

      memang demikianlah fenomena sekarang, tergantung bagaimana menyikapinya, mau terpengaruh dengan keadaan atau mempengaruhi keadaan..?

      Delete
  6. pengalaman hidup yang mengharukan dan penuh makna mas.. semoga penulis dan yang membacanya bisa mendapatkan pelajaran aamiin.. memang mending kerja sendiri mas.. kdang kalau di perusahaan banyak intrik kotor yang membuat tak nyaman dan meluruhkan prinsip kita..sukses selalu untuk mas dan keluarga.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih kunjungannya..
      terimakasih juga masukannya, bagus sekali...
      salam...

      Delete
  7. ceritanya.. hiks hiks, gk jauh beda sama aku mas. Cuman kalau aku bapak yang kena stroke...

    salam kenal yah mas, kalo ada waktu kunjung ke blog aku ya (kaazima.blogspot.com) :)

    ReplyDelete