Tuesday, October 7, 2014

Kesalahan Mendidik Anak

"Hai orang-orang yang beriman
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (Terjemah QS. At Tahrim : 6)

Bismillahirrahmanirrahiim
Anak merupakan buah hati belahan jiwa, penenang hati penyejuk jiwa, suatu harta berharga yang kita punya bak perhiasan hidup didunia sebagai harapan penerus cita-cita sekaligus menjadi kebanggaan dan kebahagiaan dalam kehidupan. Darinya mengalir rezeki limpahan rahmat dan pahala dari yang maha kuasa. Anak juga sebagai tali pengikat yang mempererat hubungan kasih sepasang suami-istri.

Anak ibarat kertas putih, yang bisa ditulis dengan tulisan apa saja, maka peran orang tua sangat penting dalam menggoreskan pena pada lembar demi lembar kertas kehidupan sang anak. Jika kertas itu diisi dengan tulisan yang baik akan bermanfaat bagi pembacanya tetapi sebaliknya jika diisi dengan tulisan yang buruk akan menyesatkan pembacanya. Seperti sabda Rasulullah  "Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah, namun kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi" (muttafaqun alaih)

anak ibarat kertas putih l sumber gambar
Setiap orang tua tentu akan menyayangi putra-putrinya dengan segenap jiwa dan sepenuh hati, tapi sadarkah terkadang kita sering membuat kesalahan-kesalahan fatal dalam mencurahkan rasa kasih sayang tersebut. Pernahkah terpikir bahwa kita juga sering mengalami kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak dan yang sangat ironis kesalahan itu justru tanpa kita sadari. Di tulisan ini saya ingin mengajak semuanya untuk bercermin dan merenung agar tidak melakukan kesalahan yang terkesan sepele tapi berdampak besar bagi perkembangan si anak.

Melupakan pendidikan keagamaan
Kita sering bersibuk-sibuk hanya memperhatikan aspek penampilan saja. Banyak diantara orang tua yang beranggapan bahwa mendidik yang baik ialah sebatas pada kecukupan makanan yang bergizi, pakaian yang mewah, pelajaran yang berprestasi dan penampilan yang baik dihadapan manusia tapi kadang melupakan pendidikan jiwa keagamaan yang benar dan akhlak yang mulia pada diri si anak. Orang tua lebih bangga menyekolahkan anaknya di sekolah yang favorite dengan beaya mahal dibanding menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah Islami yang lebih mengedepankan aspek-aspek agama.

Menjadi anak yang penakut.
Sering tanpa disadari kita menumbuhkan pada diri anak rasa kecil hati, takut, gelisah dan keluh kesah dengan metode pendidikan yang kita berikan. Ketika si anak menangis sering kita menakut-nakuti dengan penculik, hantu, setan, suara-suara seram dengan harapan si anak diam dari menangisnya. Dan yang lebih parah lagi kita sering menakut-nakuti dengan gurunya, polisi, dokter dan lainnya padahal semestinya mereka tidak perlu ditakuti melainkan dihormati. 

Agar jadi anak pemberani
Kita sering membiarkan anak berbicara dengan tanpa dipikir terlebih dahulu alias ceplas-ceplos tanpa memperdulikan siapa lawan bicaranya, dengan alasan agar si anak menjadi anak yang pemberani maka dibiarkan berbicara dan bersikap selayaknya orang yang tidak punya rasa takut. Kebiasaan yang demikian akan menimbulkan dampak merasa dirinya lebih unggul sehingga terkesan meremehkan orang lain. Padahal sikap santun dan rendah hati jauh lebih baik daripada sifat angkuh dan congkak. 

Membiasakan hidup mewah
Mendidik anak dengan dimanja dan membiasakan anak hidup mewah, royal dan bersuka ria. Akibatnya anak tumbuh berkembang menjadi manusia yang serba mewah, egois dan kurang punya kepedulian terhadap orang lain juga terhadap saudara-saudaranya terutama kepada sesama kaum muslim serta tidak merasakan kegembiraan dan kesedihan mereka. Mendidik cara seperti ini akan merusak fitrah atau naluri baiknya yang dimiliki sejak lahir. karena sejatinya seorang anak dilahirkan dengan fitrah yang lembut dan penuh kasih sayang dan pantang menyerah.

Memenuhi tanpa melihat manfaat dan mudharatnya
Mengabulkan segala permintaan anak tanpa mempertimbangkan azas manfaat dan mudharatnya. Memberikan anak uang atau barang yang berlebih sehingga anak akan cenderung menghamburkan uang untuk kesia-siaan dan kebathilan yang berdampak anak menjadi konsumtif, tidak menghargai uang dan tidak menghargai pengorbanan mencari uang. Tapi sebaliknya hendaknya tidak terlalu kikir terhadap anak yang menyebabkan dia merasa kurang dan butuh sesuatu tetapi tidak mendapatkan dampat yang ditimbulkan adalah anak mencari harta dengan cara mencuri dan berkomplot denga teman-temannya yang buruk.

Mengabulkan permintaan karena tangisan
Ketika anak-anak kita masih kecil kita sering memberikan apa saja yang diminta manakala mereka menangis dihadapan kita. Ini sering terjadi ketika anak kecil menangis meraung-raung disaat orang tuanya tidak memenuhi keinginannya untuk membelikan mainan ataupun kue jajanan yang diinginkan. Maka dengan dalih agar anaknya diam sang orang tua memberikan apa yang diinginkan. Mendidik dengan cara ini disatu sisi menyebabkan anak menjadi lemah dan nakal. Karena dalam memorinya terekam bahwa dengan cara menangis pasti akan terpenuhi keinginannya.

Memberikan sesuatu barang yang tidak tepat
Memberikan barang atau hadiah yang sebetulnya masih belum waktunya, misalkan seperti kasus yang masih hangat yaitu seorang artis ternama memberikan hadiah mobil mewah kepada putranya yang masih dibawah umur yang akhirnya terjadi tragedi kecelakaan maut yang merenggut enam nyawa sekaligus. adakalanya orang tua membelikan barang mewah karena anaknya yang merengek meminta tetapi adakalanya karena si orang tua memang ingin membebaskan diri dari banyaknya problema rumah tangga sehingga tanpa pikir panjang dipenuhi permintaan anaknya agar tidak semakin membebani pikiran.

Tidak adil terhadap anak satu dengan lainnya
Membeda-bedakan atau tidak berlaku adil dalam memperlakukan antara anak satu dengan lainnya, dengan berbagai alasan anak yang satu mendapat perhatian lebih dibanding yang yan lain baik dalam hal materi ataupun spiritual. Fenomena ini sering terjadi dalam sebuah keluarga dan ini merupakan salah satu kesalahan fatal yang dilakukan orang tua. Dengan cara membeda-bedakan tersebut akan menjadikan anak yang merasa yang paling disayang sedangkan dampak untuk saudara lainnya bisa menimbulkan rasa cemburu bahkan dendam dalam dada yang bisa menimbulkan kebencian antar anak satu dengan  lainnya.

Tidak menjadi contoh yang baik
Tidak memberikan tauladan yang baik terhadap anak, misalkan orang tua menyuruh anaknya mengaji sementara orang tuanya justru tidak bisa membaca Al Qur'an, orang tua menyuruh anaknya sholat tapi orang tuanya malah asyik menonton televisi. Suatu kesalahan fatal yang dilakukan orang tua. Alangkah baiknya jika kita bisa menjadi panutan dan tauladan yang baik bagi anak agar si anak tidak mencari panutan diluaran yang kadang malah tidak tepat bagi si anak. Berapa banyak anak-anak mecnontoh cara-cara dan kehidupan tokoh-tokoh yang tidak islami di luaran.

Ini hanya sedikit dari kesalahan-kesalahan yang sering kita lakukan khususnya sebagai orang tua. Sedangkan contoh yang baik dalam mendidik anak yang baik dan tepat adalah cara yang dilakukan Rasulullah. Beliau mencontohkan mendidik anak sejak masih dalam kandungan, misalnya dengan cara mendoakan anak sejak masih dalam tulang sulbi sang Ayah, hingga memberikan dzikir doa keselamatan saat akan lahir serta ada empat tahap yang Beliau jabarkan.

Tahap Pertama (usia 0 - 6 tahun)
Pada masa ini sianak hendaklah disayangi dengan sepenuh hati, dibelai dengan kasih sayang, diajak bermain dan bergurau, agar nantinya anak mempunyai pijakan dan acuan apabila menghadapi sesuatu hal.

Tahap Kedua (Usia 7 - 14 tahun)
Pada tahap ini hendaknya orang tua mendidik dengan kasih sayang tapi tegas dalam mengarahkan, disiplin dan memberi mereka tanggung jawab serta mendidik mereka tentang sholat, puasa dan ibadah lain

Tahap Ketiga (usia 15 - 21)
Hendaknya mendidik mereka untuk mau bersosialisasi dengan teman-temannya, bersiskusi dan tukar pendapat dan selalu menghargai pendapat orang lain selama tidak bertentangan dengan syariat

Tahap Keempat (usia 21 keatas)

Hendaknya orang tua memberikan kebebasan menentukan sikap dan tindakan kepada anak selama tidak bertentangan dengan syariat, tugas orang tua hanya sebagai penasehat dan mengarahkan mereka.

Sesungguhnya anak adalah amanah dari Allah Ta'ala yang diberikan kepada orang tua, jika diabaikan bisa berdampak malapetaka, bencana bahkan kesengsaraan didunia dan akhirat.

"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban 
atas kepemimpinannya" 



Artikel Media Macarita Sejenis

Categories:

35 comments:

"Setelah dibaca silakan berikan komentar sesuai isi posting. Karena isi posting sopan maka diharap komentarnya juga sopan dan tidak menulis komentar spam yang tidak ada hubungannya dengan posting. Maaf jika komentar OOT terpaksa kami hapus."

  1. terima kasih untuk pencerahannya mas Insan. Semoga saya bisa menjadi orang tua yang baik untuk kedua anak saya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saling mendoakan ya mbak Unik agar diberi yang terbaik bagi keluarga kita

      Delete
  2. Devon mesti bangga punya ayah om Bundhi

    ReplyDelete
  3. yang banyak terjadi saat ini adalah..anak2 kalo ngomong cenderung ceplas-ceplos,,meskipun ngomong dengan orang tua, jadi seakan-akan sang anak tak mengenal sopan santun, juga anak terlalu dimanjakan dengan harta benda...masih SD tapi sudah dibekali dengan HP yang mahal harganya, SMP sudah dibelikan motor...malah ada yang dibeliin mobil...,
    artikel ini sangat bermanfaat, terutama bagi saya agar bisa mendidik anak saya sendiri maupun keponakanku agar menjadi manusia yang bermanfaat dalam kebaikan.....terimakasih sudah berkenan berbagi....salam :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita ambil pelajaran aja mas atas contoh2 kejadian diluaran, semoga keluarga mas Hari selalu baik dan sehat

      Delete
  4. Bagus tulisannya, jadi cermin buat saya yang anaknya masih 1 tahun
    :)

    ReplyDelete
  5. Makasih sdh mengingat kan lg btapa bsr tanggung jeb kt sbg ortu, Moga2 kami bsa mendidik nadia dgn baik. Ngeri kl membayangkan jman nadia gde nanti kya apa..
    Nice Writing Btw :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang penting pondasi dasarnya kuat, insya Allah semua akan berjalan baik mbak Muna

      Delete
  6. Membaca tulisan ini sambil bawa betadine. Berasa dicubit2. ^_^
    Punya anak banyak dgn sifat yang berbeda-beda amat menuntutku untuk tetap belajar dan mengakui segala kekurangan.

    Kemaren baru diskusi cukup keras sama anak-anak, gara-gara mereka ijin tidak halaqah karena mau mengerjakan PR di rmh teman. Alhamdulillah, berakhir dengan pemahaman yang bisa diterima oleh semua.

    Makasih buat tulisan tentang mendidik anak ini. Bisa utk menggarisbawahi hal2 yang masih terlewat atau khilaf.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau ibu yang ini saya sdh percaya punya kemampuan baik dalam mendidik putra-putrinya.

      makasih....

      Delete
  7. penulisnya ini seorang orang tua yg berpengalaman dalam mendidik anak ya.. :D
    bisa dijadikan bahan pelajaran untuk ke depannya ini...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pengalaman kan tidak harus dari diri sendiri Mas, bisa belajar dari pengalaman orang yang penting harus pandai memilih dan memilah...

      Delete
  8. Mengingatkanku pentingnya pendidikan yg baik...terutama pondasi dasarnya, pendidikan utk mengenal Allah dan Rasul-NYA...trimakasih mas Insan...semoga kita bisa menjadi ortu yg dapat membimbing anak2 ke jalan yg lurus, jalan yg diridhoi Allah...
    آمينَ.آمينَ.آمينَ... يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin..
      Saya percaya mas Anton insya Allah bisa menjadi figur yang baik bagi anak2nya

      Delete
  9. Kreeenn... inspiratif kang... sukses selalu, semoga kita bisa menjadi ortu yang bisa mempraktekkannya.. amin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yups aemoga ya, nah yg masih sigle, moga bisa sedikit jadi referensi

      Delete
  10. subhanAllah ya mas, jadi inget mama :( #loh, soalnya belum punya anak hhe...
    saya pernah dapt pelajaran juga. saat anak berumur 0-6 thn, jangan ceritakan tentang neraka, dan balasan atas dosa2 kita. karena dikhawatirkan anak akan menganggap Allah itu kejam dalam menyiksa hambaNya. Wallahu a'lam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yups..., semua harus sesuai dengan takaran umurnya, jika msh balita ada baiknya dengan kasih sayang dan tentang kasih sayang

      Delete
  11. Sebuah pencerahan yang benar2 mencerahkan. Trimakasih telah mengingatkan kembali, Mas Insan. :) Semoga kita bisa menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan penuh kasih sayang bagi anak2nya, yaaa. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin...
      Saya percaya Intan bangga kok punya Umy mbak Al..

      Delete
  12. mas insan terima kasih akhirnya request saya di tulis jd postingan, wlpun blm menjadi orangtua namun ini akan jadi pengingat agar kelak nantinya saat menjadi orangtua bisa mendidik anak dgn baik :)

    ReplyDelete
  13. tahap-tahapnya persis seperti tahap perkembanga erik erikson.. yang pita pelajari di kelas.
    tahap awal memang tahap trust vs mistrust.. anak akan menjadi seseorang yang percaya kepada orangtuanya jika diberikan pola asuh penuh kasih sayang dan cinta.. contohnya dengan memberikan asi eksklusif hingga 2 tahun. kalau tidak, akan mistrust..
    wallohua'lam

    ReplyDelete
  14. @Insan Robbani, terimakasih untuk artikel yg sangat bagus dan mencerahkan....

    *salam bahagia buat keluarga dan anak2 dirumah :-)

    ReplyDelete
  15. setuju banget, maknnya kita eh siapapunlah termasuk saya sebagai kakak dari adik2 saya yang masih bandel suka ngenes kalau melihat tayangan2 dan lingkungan sekitar yang tidak memiliki perilaku yang baik.

    apalagi yang anaknya banyak kayak ibuku, kadang ibuku cuma bisa nangis ... sekarang udah pada dewasa2 harusnya bisa mengerti. kadang akunya yang ngomongin nasehatin tapi ya itulah dakwah meski gak digubris kudu keluarga didakwahi nomor satu. ILMU TAUHID HARS PENERAPAN SEJAK DINI Bang.
    ijin copas ya

    ReplyDelete
  16. berarti anak2 sy dua2nya udah masuk tahap kedua :)

    ReplyDelete
  17. Banyak orang tua yang hanya menyalahkan anak tanpa sadar akan kesalahannya, padahal kesalahan anak adalah kesalahan orang tua yang salah dalam mendidik anak, semoga ilmunya bermanfaat.....

    ReplyDelete
  18. bagus dijadikan bekal nih untuk nanti ketika saya punya anak

    ReplyDelete
  19. belum punya anak, tapi alhamdulillah sudah dapat bimbingan di sini sejak sekarang. biar nanti kalau sudah menghadapi masanya bisa jadi lebih siap. makasih untuk artikelnya yang mencerahkan kang...

    ReplyDelete
  20. nah ini dia MAs, saya sekarang berada di posisi menghadapi anak-anak di usia 7 - 14 tahun. Lumayan dilematis, di satu sisi saya pengen tegas tapi di sisi saya sendiri merasa kikuk/serba salah jika si anak nanti menganggap saya sok ngatur dan sejenisnya.

    Tp hari ini, saya beranikan bersikap tegas lho? Gara-gara Azka gak mau sarapan [Alhamdulillah masih bisa saya minta untuk ngabisin segelas susu], jd ta bilangin dengan berusaha tanpa nada emosi kalau gak mau sarapan resikonya Laptop ta sita. #galakkah aku?

    ReplyDelete
  21. Tulisan yg menambah pengetahuan :D

    ReplyDelete
  22. Melupakan pendidikan keagamaan. itu yang paling biasa di lalaykan. hehe

    ReplyDelete
  23. terimakasih dan semoga informasi ini dapat menambah ilmu kita semua

    ReplyDelete