1. Sayembara dan Takdir yang Bertemu
Di kerajaan Mithila, sang raja Janaka mengadakan sayembara untuk menemukan suami yang pantas bagi putrinya, Dewi Shinta putri anggun yang diyakini sebagai jelmaan Dewi Laksmi. Syaratnya bukan harta, bukan gelar, tapi siapa yang bisa mengangkat dan membengkokkan busur pusaka Dewa Siwa.
Raja, pangeran, dan satria dari seluruh negeri datang dan gagal. Sampai datanglah Rama, putra sulung Raja Dasaratha dari Ayodhya. Dengan tenang, ia mengangkat busur itu dan mematahkannya tanpa kesulitan. Sebuah gema menggetarkan bumi: Rama dan Shinta ditakdirkan bersatu.
Pernikahan mereka dirayakan dengan kebahagiaan. Dua hati yang berbeda dunia kini menyatu: Rama, ksatria teguh dalam kebenaran, dan Shinta, gadis lembut yang penuh pengabdian.
2. Pengasingan dan Ujian Kesetiaan
Namun kebahagiaan itu tak bertahan lama. Karena tipu daya ibu tiri Rama, Kekayi, dan janji lama Raja Dasaratha, Rama harus diasingkan ke hutan selama 14 tahun. Rama menerimanya tanpa amarah. Baginya, dharma (kewajiban) lebih penting daripada tahta.
Shinta menolak tinggal di istana. “Apa arti istana tanpa kau, Rama? Aku tak memilih hidup yang mudah, aku memilih hidup bersamamu.” Dengan pakaian sederhana dan bekal seadanya, Rama, Shinta, dan adiknya Laksmana masuk ke rimba belantara.
Di hutan, cinta mereka diuji oleh waktu dan kesederhanaan. Mereka hidup dari buah dan akar, tidur di bawah bintang. Tapi cinta itu tidak pudar. Justru tumbuh. Shinta mencintai Rama bukan karena statusnya, tapi karena jiwa yang ia peluk dalam sunyi.
![]() |
Ilustrasi Digital |
3. Penculikan dan Harapan yang Membara
Suatu hari, mereka dikunjungi oleh iblis wanita bernama Surpanaka, yang jatuh cinta pada Rama. Saat Rama menolaknya, Surpanaka marah dan menyerang Shinta. Laksmana menghukum Surpanaka, memotong hidung dan telinganya. Surpanaka, yang ternyata adalah adik Rahwana, raja raksasa Alengka, murka dan bersumpah membalas.
Rahwana, yang mendengar kecantikan Shinta, menculiknya dengan tipu daya menggunakan kijang emas. Saat Rama dan Laksmana pergi memburu kijang, Rahwana menyamar dan membawa lari Shinta ke Alengka.
Di Taman Ashoka, Shinta menangis. Ia tidak takut pada kematian. Ia hanya merindukan suara Rama, sentuhannya, dan cinta yang dulu ia jaga di tengah sunyi hutan.
4. Hanoman dan Cincin Harapan
Rama, patah hati namun tidak putus asa, bekerja sama dengan kerajaan kera di bawah pimpinan Sugriwa dan Hanoman. Hanoman, utusan setia, melompati lautan dan menemukan Shinta di taman. Ia memberikan cincin dari Rama, simbol bahwa cinta masih hidup.
“Rama mencarimu, Dewi. Jangan kehilangan harapan.” kata Hanoman.
Shinta menangis. Bukan karena takut, tapi karena cinta itu tetap hidup di balik penderitaan. Hanoman pulang dengan sehelai rambut Shinta dan semangat untuk membakar Alengka.
5. Perang dan Penebusan
Peperangan besar pecah. Rama vs Rahwana. Ksatria dan raksasa. Cinta dan keangkuhan. Dengan panah suci, Rama menumbangkan Rahwana. Tapi cerita tak berakhir di sana.
Rama memandang Shinta dan dunia memandang mereka. Rakyat meragukan kesucian Shinta setelah lama bersama Rahwana. Meski hatinya percaya, Rama adalah raja, dan raja harus mendahulukan hukum di atas perasaan.
“Buktikan pada dunia bahwa kau tetap suci,” kata Rama lirih.
Dengan kepala tegak dan hati hancur, Shinta berjalan ke dalam api. Tapi api tak membakarnya. Api menolaknya. Bahkan Dewa Agni muncul dan berkata, “Ia suci. Ia tak tersentuh oleh pria lain.”
Rama menangis. Ia tak pernah meragukannya. Tapi sebagai pemimpin, ia harus berlaku adil, bahkan jika itu menyakitkan.
6. Perpisahan dan Abadi dalam Kenangan
Mereka kembali ke Ayodhya dan dinobatkan sebagai raja dan ratu. Tapi suara rakyat tak berhenti. Fitnah terus berdatangan. Akhirnya, dengan hati remuk, Rama mengusir Shinta bukan karena tidak mencintai, tapi karena tak ingin rakyat hidup dalam keraguan.
Shinta tinggal di hutan dan melahirkan dua anak kembar: Kusha dan Lava. Mereka tumbuh besar tanpa tahu siapa ayah mereka. Suatu hari, mereka membaca puisi epik Ramayana di hadapan Raja Rama… dan cerita itu membuka kebenaran yang tersembunyi.
Rama dan Shinta akhirnya bertemu kembali. Tapi luka terlalu dalam. Shinta memanggil Ibu Pertiwi, dan bumi pun terbuka, menelan tubuhnya dengan lembut. Ia kembali ke asalnya bumi yang suci.
Rama, ditinggal dalam sunyi, naik ke langit, kembali menjadi jelmaan Dewa Wisnu, menatap dunia dari kejauhan, dan tetap mencintai Shinta… dalam keabadian.
“Cinta bukan soal bersama selamanya. Tapi tentang tetap saling menjaga, bahkan ketika jarak memisahkan.”
– Kisah Rama dan Shinta, cinta yang menjadi legenda
ooOoo
0 comments:
Post a Comment
"Setelah dibaca silakan berikan komentar sesuai isi posting. Karena isi posting sopan maka diharap komentarnya juga sopan dan tidak menulis komentar spam yang tidak ada hubungannya dengan posting. Maaf jika komentar OOT terpaksa kami hapus."